Primary tabs

Tantangan WFH Bagi Pustakawan di Era New Normal

Pada bulan Maret tahun 2020, WHO mengumumkan bahwa dunia mengalami bencana yang ditandai dengan penyebaran Corona virus disease (Covid-19). Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak virus tersebut. Pasca pengumuman itu, Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk memberlakukan work from home atau dikenal dengan istilah WFH. Hal ini dikarenakan maraknya wabah Covid-19 sebagai pandemi global. Keputusan ini diambil agar masyarakat dapat mengurangi aktivitas di luar rumah, namun tetap dapat bekerja di rumah. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah dimaksudkan sebagai cara mengatasi penularan virus di lingkungan masyarakat dan memutus rantai penyebaran virus corona. Walaupun kegiatan bekerja dilakukan di rumah, tetap harus mengikuti protokol kesehatan yang berlaku.

Berdasarkan Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2020 Tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19, dijelaskan bahwa ASN diperbolehkan bekerja dari rumah atau tempat tinggalnya sebagai upaya pencegahan dan meminimalisir penyebaran virus corona. WFH atau bekerja dari rumah bukan berarti libur, akan tetapi tetap bekerja dan melaksanakan tugas rutin sesuai tugasnya. Aktivitas bekerja di masa new normal atau di adaptasi kebiasaan baru sangat berbeda dengan kebiasaan aktivitas bekerja di masa-masa sebelumnya. Pustakawan dapat melakukan aktivitas kantor dari rumah sebagai ganti ketidakhadiran di kantor. Proses melakukan aktivitas kantor dilakukan melalui Daring (Online) dengan menggunakan aplikasi seperti zoom ataupun google meet. Hal ini dianggap sebagai cara untuk menghindari penyebaran Covid-19 dengan aktivitas menjaga jarak sosial (sosial distancing) yang masih tetap diberlakukan.

Dalam pelaksanaan WFH yang sedang dilaksanakan masih dianggap belum memberikan keefektifan dalam bekerja. Banyak Pustakawan yang belum terbiasa dengan sistem yang sedang diterapkan dan menjadi pengalaman baru bagi mereka. Masa kenormalan baru saat pandemi Covid-19 menjadi tantangan baru dalam dunia kerja. Menjaga kedisiplinan dan produktivitas kerja merupakan hal yang mutlak dan harus dilakukan selama WFH berlangsung. Pustakawan dituntut agar dapat beradaptasi dengan perubahan seperti pengembangan skill teknologi dan disiplin kesehatan. Kesehatan Pustakawan tidak hanya berkutat pada masalah fisik, tetapi kesehatan mental.

Di Indonesia, terutama di beberapa daerah yang wilayahnya masuk zona merah, mereka memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah. Proses ini dijalankan dengan berbagai pertimbangan untuk memutus mata rantai penyebaran virus mematikan tersebut. Selama bekerja dari rumah, Pustakawan harus beradaptasi dengan fitur teknologi agar memudahkan Pustakawan dalam bekerja jarak jauh. Fitur teknologi dalam bekerja seperti pertemuan video, presentasi secara virtual, ataupun kolaborasi pengerjaan dokumen antar tim secara real time sekarang sering digunakan di masa kenormalan baru. Jika terdapat pekerjaan yang memerlukan rapat atau diskusi, maka Pustakawan akan menggunakan aplikasi zoom sebagai media komunikasi. Keadaan ini, baik Pustakawan maupun lembaga ada yang memang sudah siap. Tetapi, banyak pula terpaksa harus siap menghadapi proses ini, yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka berubah menjadi sistem daring. Lembaga yang telah terbiasa menggunakan perangkat teknologi dalam kegiatan bekerja tentu tidak banyak menghadapi kendala. Namun, tidak demikian bagi yang jarang melaksanakan daring sebelumnya, terutama di daerah dengan fasilitas  terbatas baik sisi peranti maupun jaringan.

Dalam hal ini, semua aspek harus saling mendukung dan tetap melaksanakan bekerja dari rumah tanpa bertatap muka langsung. Artinya, Pustakawan melakukan kegiatan Bekerja Dari Rumah atau yang sering disebut sebagai WFH. Pelaksananan WFH ini, difasilitasi melalui berbagai platform seperti grup Whatsapp, email, google meet, Microsoft Team ataupun Zoom. Umumnya, langkah yang dilakukan mulai dari menyiapkan materi yang akan dibahas pada setiap pertemuan, lantas diunggah di media daring. Berikutnya, peserta mempelajari materi tersebut. Sementara pimpinan memonitoring pelaksanaan proses yang dilakukan termasuk juga presentasi kerja yang telah dilakukan dan memberikan umpan balik dari hasil pertemuan melalui daring.

Pada masa New Normal seperti saat ini, sistem kerja work from home melalui daring merupakan suatu pilihan strategi yang lazim dijadikan pilihan. Sistem daring mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh strategi yang lain. Karena sistem daring tidak terikat dengan ruang dan waktu. Artinya, kapan saja dan di mana saja, Pustakawan dapat mengikuti proses yang dilakukan oleh pimpinannya. Pustakawan tidak perlu datang ke kantor. Pustakawan bisa juga melakukan aktivitas lain  di rumah.

 

Problematika

Menurut pengamatan dan refleksi penulis dari berbagai sumber, ada beberapa kendala dalam melaksanakan bekerja dari rumah. Pertama, kurang siapnya Pustakawan dalam bekerja jarak jauh. Tidak semua Pustakawan mampu untuk mengoperasikan dan memanfaatkan gawai canggihnya. Bagi yang melek teknologi, tentu hal ini tidak menjadi masalah. Sebaliknya, bagi yang masih gagap teknologi, hal ini menjadi masalah. Padahal, bekerja melalui daring memerlukan kreativitas dalam proses pekerjaannya. Minimal dalam pembuatan materi pembahasan serta dalam presentasi materi tersebut.

Kedua, komunikasi dengan rekan kerja dan pimpinan sulit dilakukan dalam proses WFH.  Keterbatasan untuk bertatap muka langsung dengan rekan kerja dan pimpinan, membuat kita harus mandiri dalam memahami bahasan materi yang ada. Kita harus memahami dengan baik materi yang disajikan. Kemudian, menyelesaikan tugas yang diberikan pimpinan, termasuk juga melaporkannya. Dalam memahami materi dan mengerjakan tugas tersebut, tentu proses aktivitas bekerja tidak semulus dan semudah yang dibayangkan. Ketidakpahaman atau miskonsepsi suatu materi mungkin saja terjadi. Apalagi jika materi yang diberikan butuh penjelasan yang lebih detail dan mendalam. Tentu, proses daring tidak dapat segera mengatasi permasalahan tersebut.

Ketiga, khawatir karir terhambat gegara kerja di rumah menjadi momok yang menakutkan. Pada masa kenormalan baru, kita harus proaktif dalam hal komunikasi. Mencari tahu hal apa yang cocok demi pembaharuan sistem kerja di masa sekarang. Misalnya pembaruan dalam peningkatan komunikasi jarak jauh yang lebih sering. Hal itu bisa diisi dengan progres bekerja dan tambahan tujuan masa depan lembaga. Dengan demikian kita tidak perlu takut bersaing dengan orang yang telah kembali bekerja di kantor. Keempat, work from home mengharuskan kita multitasking. Kita harus dapat membagi waktu antara perkerjaan, mengurus anak, dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Dalam membagi waktu bekerja dan urusan rumah tangga perlu didiskusikan kepada pimpinan. Diskusikan perihal waktu bekerja untuk memilah kapan jangka waktu bekerja dan kapan lepas dari pekerjaan untuk mengurus rumah tangga. Pada masalah ini fokus dan transparan dengan apa yang butuhkan dalam masalah ini kepada pimpinan. Beberapa lembaga menawarkan solusi yang berbeda, seperti pembagian waktu kerja dengan pemisahan posisi penuh waktu, pindah ke pekerjaan paruh waktu atau menawarkan cuti.

Kelima, tidak semua orang mempunyai gawai (handphone) atau laptop. Gawai merupakan alat utama yang digunakan untuk daring. Tetapi, tidak semua orang mempunyai alat komunikasi ini. Mungkin, bisa saja gawai menjadi barang mewah bagi sebagian orang  dari kalangan ekonomi tidak mampu. Akibatnya, pustakawan tidak punya fasilitas work from home melalui daring. Keenam, work from home melalui daring terkendala dengan signal internet yang sering “ngedown” dan pulsa (kuota data) yang mahal. Kita tahu, bahwa Indonesia mempunyai kondisi geografis yang beragam. Keragaman kondisi letak geografis rumah Pustakawan yang beragam menjadi masalah, terutama terkait kestabilan signal internet. Rumah yang di dataran rendah, seperti dataran biasa dan tepi laut memiliki tingkat ke stabilan signal yang berbeda. Ada yang tinggal di kota, dan ada pula yang tinggal di desa. Kestabilan signal internet diperlukan agar dalam proses WFH tidak terganggu, sehingga dapat mengikuti proses WFH baik. Akan tetapi tidak hanya signal, pulsa (kuota data) internet juga harus cukup tersedia. Padahal pembelian pulsa (kuota) data memerlukan biaya yang tidak murah.

Ketujuh, gugup kembali masuk ke kantor. Rasa khawatir dan gugup kembali ke tempat kerja setelah sekian lama bekerja di rumah adalah hal lumrah. Saat pandemi corona seperti ini, kita akan cenderung waspada dengan sekitar dan merasa bekerja dari rumah akan lebih baik dan aman dibandingkan harus kembali ke kantor. Namun, semua lembaga akan mencari cara untuk membuat kantor menjadi lebih aman, sehat dan mengikuti protokol kesehatan. Kembali bekerja di tengah pandemi bukan saatnya protes dengan mengeluh. Penyampaian saran yang baik dan logis akan lebih diterima dibandingkan dengan keluhan.

 

Tantangan

WFH menjadi persoalan baru bagi Pustakawan. Mereka yang bekerja dari rumah harus melek dengan teknologi informasi dan mampu mengoperasikan sistem aplikasi daring yang digunakan untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan. Di masa kenormalan baru, sumber daya manusia harus memiliki keterampilan dibidang teknologi agar dapat dengan mudah mengoperasikan aplikasi yang digunakan untuk menunjang terlaksananya work from home. Walaupun work from home bukan berarti Pustakawan dapat bersantai, tetapi harus produktif serta tetap menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu. WFH bagi Pustakawan harus dapat dilaksanakan dengan efektif dan efesien walaupan bekerja dari rumah. Menetapkan jam kerja secara teratur membuat kita bertanggung jawab kepada diri sendiri dan atasan. Selain itu, Pustakawan harus dapat membuat rencana kerja selama melaksanakan WFH agar memudahkan dalam penyelesaian tugas dan tidak membuang buang waktu dalam penyelesaian tugas yang ada. Suasana bekerja di rumah diatur sedemikian rupa untuk memberi tahu rangsangan ke otak bahwa waktunya untuk bekerja bukan relaksasi.  Dari sini terlihat pelbagai problematika mengiringi proses pelaksanaan WFH di masa new normal ini. Song, dkk. (2004) menyatakan bahwa kesulitan-kesulitan (problems) yang muncul dalam daring adalah suatu tantangan (challenge). Oleh karena itu, seluruh stakeholders harus saling bekerja sama untuk menyukseskan pelaksanaan sistem WFH dimasa sekarang. Alternatif solusi untuk mengatasi kesulitan tersebut, harus diberikan dan disepakati untuk dilaksanakan secara bersama-sama.

Solusi

Work from home dalam adaptasi kebiasaan baru seperti saat ini, adalah sebuah keharusan. Jadi, kerumunan massa dan menegakkan aturan menjaga jarak sosial (social distancing), merupakan pilihan yang tepat. Problematika yang muncul dalam pelaksanaannya seperti yang disebutkan di depan tentu tidak boleh dibiarkan terus berlanjut. Perlu langkah-langkah strategis dan bijak yang diambil oleh seluruh stakeholders untuk melaksanakan kebijakan ini, diantaranya Pertama, ciptakan suasana kerja di rumah seperti kerja di kantor, seperti menggunakan meja kerja, mematuhi jadwal jam kerja, menggunakan seragam dan lain sebagainya. Kedua, pustakawan perlu pendidikan dengan pelatihan pelatihan online yang bersifat simple, mudah dipahami dan diarahkan untuk belajar mengkreasikan aplikasi yang tersedia di media teknologi, agar bisa dibuat menarik dan mudah dipahami oleh Pustakawan itu sendiri.

Ketiga, Pustakawan yang bekerja dari rumah sebisa mungkin dibuat tidak terlalu membebani dan menekan, karena dapat membuat imunitas terganggu. Maka dari itu, pihak lembaga yang membawahi, selayaknya dapat berperan untuk memonitor dan mengevaluasi tugas pustakawan selama pelaksanaan sistem work from home dengan pemberian tugas yang tidak berlebihan. Keempat, komunikasi antara pimpinan, Pustakawan dan rekan kerja harus terjalin baik. Komunikasi ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan video call maupun conference call. Komunikasi melalui media ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam bertukar informasi selama pelaksanaan work from home berlangsung.

Kelima, Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atau stakeholders yang terkait, harus saling bahu membahu untuk bekerja sama agar masalah internet dan jaringan dapat diatasi sehingga tidak lagi menjadi persoalan klasik.

 

Kesimpulan

Proses bekerja dari rumah atau work from home memang sangat jauh dari kata ideal, selain belum terbiasa juga merupakan kondisi darurat yang harus dilaksanakan. Masih terdapat berbagai kendala, sehingga semua pekerjaan tidak dapat dijalankan secara optimal. Pemerintah harus bekerja sama dengan berbagai sektor terkait melakukan berbagai upaya untuk dapat mengatasi hambatan yang terjadi dalam work from home, baik dari sisi regulasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta perluasan jaringan kepustakawanan, agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pemerintah Daerah Provinsi Kepuluan Bangka Belitung melalui fungsi pengawasan perlu mendorong sinergitas berbagai sektor terkait agar upaya peningkatan kualitas Pustakawan tetap berkelanjutan, karena salah satu faktor keberhasilan pelayanan perpustakaan ke masyarakat adalah kualitas pustakawannya. (***).

Penulis: 
Uliarta Simanjuntak, S.Sos
Sumber: 
DKPUS Babel

Artikel

29/12/2023 | DKPUS Prov. Kep. Babel
21/12/2023 | DKPUS Prov. Kep. Babel
13/12/2023 | DKPUS Prov. Kep. Babel
26/10/2023 | DKPUS Prov. Kep. Babel
05/04/2019 | Runi Alcitra amalia
42,740 kali dilihat
05/12/2022 | Riyad, Pustakawan DKPUS Prov. Kep. Babel
21,338 kali dilihat
03/10/2019 | Runi Alcitra Amalia
15,859 kali dilihat
21/08/2019 | Fatmawati
11,470 kali dilihat

ArtikelPer Kategori