Dalam perkembangannya, dunia perpustakaan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan dunia teknologi informasi. Untuk itu, diperlukan sarana dan prasarana yang dapat memudahkan dalam pencarian data dan informasi secara cepat dan akurat. Dalam menghadapi tantangan di era revolusi industri 4.0 dengan memanfaatkan teknologi informasi, perpustakaan pun harus beradaptasi atas perkembangan zaman. Sebab perpustakaan memiliki peran penting antara lain sebagai sumber informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Perpustakaan yang tadinya masih konvensional mau tidak mau harus berubah menjadi perpustakaan digital. Pada dasarnya perkembangan tersebut lebih merupakan perwujudan keinginan pemustaka perpustakaan dalam memperoleh informasi yang lebih cepat dan akurat untuk memperlancar kegiatan aktifitas mereka. Oleh karena itu apabila perpustakaan tidak ingin ditinggalkan oleh pemustakanya, perpustakaan perlu melakukan berbagai inovasi dengan memanfaatkan teknologi infomasi dalam memberikan pelayanan yang prima.
Kata kunci : Teknologi informasi, perpustakaan digital, Era Revolusi Industri 4.0, inovasi.
PENDAHULUAN
Perpustakaan mempunyai peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan Bangsa dan Negara, karena perpustakaan adalah gudang ilmu dan merupakan salah satu sarana penting dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Seiring perkembangan zaman, perpustakaan saat ini dipergunakan tidak hanya sebagai salah satu pusat informasi atau sumber ilmu pengetahuan melainkan juga untuk penelitian, rekreasi, pelestarian khasanah budaya bangsa serta berbagai jasa lainnya. Untuk mengoptimalkan peran tersebut, pengorganisasian informasi perlu dilakukan untuk memudahkan pengguna perpustakaan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan tepat. Oleh karena itu, layanan yang dilakukan selalu berorientasi pada masyarakat sebagai pengguna informasi dengan basis teknologi yang tepat guna. Pada akhirnya semua itu berujung pada tuntutan pemustaka agar perpustakaan tidak hanya sekedar tempat mencari buku atau membaca majalah, tetapi menjadi semacam one-stop station bagi mereka. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi atau Information and Comunication Technology (ICT) telah membawa perubahan dalam berbagai sektor, termasuk dunia perpustakaan. Jika dulu pemakai perpustakaan sudah puas dengan layanan baca di tempat dan peminjaman buku perpustakaan saja, saat ini layanan perpustakaan tidak cukup lagi hanya dua macam layanan tersebut. Pemustaka perpustakaan sekarang sudah menuntut jenis-jenis layanan berbasis digital antara lain, seperti layanan kartu keanggotaan dan layanan penelusuran buku secara online yang seharusnya telah diterapkan. Selain tuntutan terhadap jumlah layanan yang makin banyak, mutu layanan pun dituntut lebih baik. Dalam rangka peningkatan mutu dan jumlah layanan inilah, peran teknologi informasi dan komunikasi sangat dibutuhkan.
Pemanfaatan teknologi informasi dapat meningkatkan citra dan kinerja sebuah perpustakaan apabila penerapannya benar dan tepat. Namun karena sistem teknologi informasi tersebut cepat sekali mengalami perubahan dan memerlukan biaya yang relatif banyak. Maka jika perpustakaan ingin beradapatasi dan menggunakan sistem tersebut semestinya mempersiapkan segala sesuatunya, agar dapat menyesuaikan dan mengaplikasikannya dengan baik, dan tidak menghadapi hambatan. Dengan kata lain, aplikasi teknologi informasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Sekarang ini, perpustakaan yang masih dikelola secara manual hanya cocok untuk perpustakaan yang kecil, baik dalam koleksi, tenaga, maupun pemakai, sementara perpustakaan yang asset dan kegiatannya relatif besar dan tersedia sarana yang memadai, sudah saatnya untuk memulai menggunakan teknologi informasi tersebut. Bagaimana memanfaatkan kelebihan dan sekaligus menghindarkan dari unsur kekurangan dan kelemahan, membutuhkan pengalaman dan proses yang kadang-kadang tidak sederhana. Berkat perkembangan teknologi informasi kini telah berkembang perpustakaan digital (digital library), perpustakaan maya, layanan terpasang (on line), dan akses informasi melalui internet, yang memungkinkan orang memperoleh banyak kemudahan.
Kita harus pandai-pandai memanfaatkan teknologi informasi tersebut untuk hal-hal yang positif. Sebab jika tidak dikelola dengan baik, maka kemungkinan untuk dipergunakan dalam hal-hal yang kurang atau tidak produktif sehingga menjadi kurang efisien. Jadi aplikasi teknologi informasi untuk perpustakaan semestinya disertai oleh tuntutan kebutuhan yang mendesak, tenaga operasional yang profesional, dan dimanfaatkan secara optimal.
Dunia saat ini menghadapi Revolusi Industri 4.0 dengan digitalisasi, ‘artificial intellegence’, ‘internet of things’ serta ‘big data’ memainkan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Perpustakaan pun mau tak mau harus beradaptasi serta berevolusi sehingga tidak terlindas perubahan zaman. Saat ini perpustakaan tidak bisa lagi dikelola secara konvensional. Perpustakaan harus bertransformasi mengikuti perkembangan teknologi agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat.
Dalam karya ilmiah ini akan dijelaskan bahwa pemanfaatan teknologi informasi di perpustakaan digital akan siap menghadapi tantangan di era revolusi industri 4.0 apabila dalam pengelolaan perpustakaan dilakukan berbagai inovasi- inovasi yang berorientasi pada kepentingan pemustaka.
PENGERTIAN DAN CAKUPAN TEKNOLOGI INFORMASI
Teknologi informasi merupakan sebuah istilah baru yang merupakan terjemahan dari Information Technology Bagi kebanyakan orang teknologi informasi merupakan sinonim dari
“Teknologi Baru”, karena kaitannya yang erat dengan mesin-mesin microprosesor. Seperti mikro-komputer, alat-alat yang bekerja secara otomatis, seperti alat pengolah kata, dan lain sebagainya. Pengertian Teknologi Informasi berdasarkan British Advisory Council for Applied Research and Development (Dalam Zorkoczy, (1990: 12) adalah meliputi bidang-bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan perekayasaan serta teknik-teknik pengelolaan yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan informasi, penerapan bidang dan teknik tersebut, komputer dan interaksinya dengan manusia dan mesin, masalah sosial ekonomi serta budaya yang berkaitan. Memang banyak definisi-definisi tentang Teknologi Informasi, sehingga dalam “Macmillan Dictionary of Personal Computing and Communication” terdapat empat halaman yang menjelaskan tentang Teknologi Informasi. Khusus di bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi Sulistyo-Basuki (1991) menyatakan bahwa Teknologi Informasi adalah teknologi yang digunakan untuk menyimpan, mengolah, menghasilkan, dan menyebar- luaskan informasi.
Akar dari teknologi informasi pada masa sebelum ada komputer digital adalah telekomunikasi dan sistem audio-video. Kemudian dengan adanya komputer digital telah membentuk beberapa cabang baru.
Dengan adanya kemajuan-kemajuan teknologi, saat ini cakupan Teknologi informasi meliputi:
1) Telekomunikasi. Contoh penerapannya yaitu : adanya Teleconference atau yang sekarang dikenal dengan nama Trimitra; Telkom Memo; Lacak, dll.
2) Komputer, termasuk mikrobentuk. Contohnya yaitu, perlindungan data, sistem pakar, komunikasi suara dengan bantuan komputer.
3) Jaringan digital, contohnya antara lain adanya surat elektronik, sistem informasi, jaringan informasi.
4) Audio dan video, termasuk sistem komunikasi optik. Contoh : Video Conference, Video-teks ,dll.
Pemanfaatan Teknologi informasi
Aplikasi teknologi informasi yang tercakup dalam ruang lingkup suatu sistem informasi, baik itu perpustakaan maupun pusat-pusat dokumentasi dan informasi, secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4 bidang utama, yaitu :
1. Library housekeeping ( Perawatan /pengelolaan perpustakaan)
2. Information retrieval (Temu kembali informasi / Penelusuran Informasi)
3. General purpose software (Perangkat lunak untuk berbagai macam keperluan)
4. Library networking (Jaringan kerjasama perpustakaan )
Library Housekeeping
Library housekeeping atau pengelolaan perpustakaan, merupakan istilah umum yang mengacu pada berbagai macam kegiatan rutin yang perlu dilakukan agar supaya perpustakaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dapat dilakukan dengan menggunakan sistem yang terpadu yang terdiri dari beberapa sub sistem, yaitu akuisisi atau pengadaan, pengatalogan, sirkulasi, pengaksesan katalog oleh umum atau yang dikenal dengan nama OPAC (Online Public Akses Catalog), dan peminjaman antar perpustakaan.
Konsep integrasi akhir-akhir ini telah diterapkan secara luas pada sistem housekeping perpustakaan. Istilah Sistem Perpustakaan yang Terintegrasi (Integrated Library System) sering digunakan sebagai indikasi bahwa sub-sistem atau modul-modul yang ada diintegrasikan semuanya membentuk Sistem Informasi Tunggal yang berbasis komputer yang mampu melakukan tukar menukar informasi dari satu modul ke modul lain, serentak oleh beberapa modul yang berbeda sehingga memungkinkan penggunaan dan pemanfaatan data oleh sistem akan lebih efisien. Sebagai contoh: informasi pengarang / judul akan digunakan bersama oleh modul: Akuisisi, Pengatalogan, Sirkulasi, OPAC (Online Public Acces Catalog), dan Informasi pengelolaan. Dari semua modul atau sub sistem ini yang paling penting bagi pemakai adalah sub sistem OPAC, yang memungkinkan pengaksesan Online ke katalog. Sistem Perpustakaan yang Terintegrasi ini kemudian dikenal secara luas dengan nama Otomasi Perpustakaan. Secara umum ada tiga generasi Otomasi Perpustakaan, yaitu:
Generasi I : Otomasi aktivitas-aktivitas pemrosesan, seperti akuisisi dan pengatalogan ditambah dengan pengendalian sirkulasi.
Generasi II : Pengembangan dan pemasangan sistem yang terintegrasi termasuk OPAC
Generasi III : Dibangun Local Area Network dengan kemampuan komputasi dan komunikasi pada stasiun kerja individu.
Information Retrieval
Sistem informasi untuk temu kembali informasi secara elektronis pertama kali digunakan untuk pencarian data lokal dilakukan dengan menggunakan katalog. Kemudian dengan adanya kemajuan teknologi informasi temu kembali informasi atau yang dikenal dengan penelusuran informasi juga mengalami kemajuan, yaitu dengan penggunaan sarana-saran elektronis.
Ada tiga macam sarana dalam Penelusuran informasi atau temu kembali informasi secara elektronis, yaitu :
a) menggunakan Pangkalan Data Lokal
b) menggunakan CD-ROM
c) menggunakan jaringan Wide Area Network, atau yang banyak dikenal melalui Internet.
General Purpose Software.
Yang termasuk dalam general purpose software yang dapat digunakan di lembaga-lembaga yang bergerak di bidang dokumentasi dan informasi adalah :
- Word Processing : untuk pengolah teks dan pencetakan.
- Spreadsheets : untuk kalkulasi keuangan
- Graphics : untuk presentasi statistik
- Desktop Publishing : untuk penerbitan dan percetakan yang profesional
- Electronic mail : untuk pendistribusian pesan
Library networking
Istilah Library networking mempunyai cakupan yang luas, tetapi biasanya meliputi:
a. Kerjasama antar perpustakaan atau jaringan informasi antar lembaga-lembaga yang bergerak di bidang informasi yang sama atau relevan, atau Pengkaitan komputer perpustakaan atau lembaga informasi (Pusdokinfo) dengan lembaga lainnya di dalam institusi untuk membentuk LAN (Local Area Network).
b. Pengkaitan komputer lembaga Pusdokinfo ke komputer lain yang jauh jaraknya untuk membentuk Wide Area Network atau yang sering dikenal dapat berhubungan melalui internet. LAN dan WAN adalah jenis-jenis jaringan yang digunakan untuk automasi perpustakaan yang dilihat dari lingkup geografisnya. LAN adalah suatu jaringan komputer dengan daerah kerja relatif kecil, dalam satu lokal; dan WAN adalah jaringan komputer yang daerah kerjanya mencakup radius antar kota, antar pulau, dan bahkan antar benua. Sebenarnya masih ada jenis lain, yang disebut Metropolitat Area Network (MAN ), dengan daerah kerja antara 30 sampai 50 km, yang merupakan alternatif pilihan untuk membangun jaringan komputer kantor-kantor dalam satu kota.
PERPUSTAKAAN DIGITAL
Perpustakaan digital seringkali dipahami dalam arti yang sangat sempit, yaitu perpustakaan yang menggunakan fasilitas computer sebagai alat untuk memberikan pelayanan. Perpustakaan telah didefinisikan antara lain oleh Lesk (1997), Arms (2000) dan Digital Libraries Federation.
Menurut Lesk (1997) : “Digital libraries are organized collections of digital information. They combine the structuring and gathering of information, which libraries and archives have always done, with the digital representation that computers have made possible.”
Sedangkan menurut Arms (2000), perpustakaan digital adalah sebagai berikut: “Digital library is a managed Collection of Information, with associated services, where information is stores in digital formats and accessible over a network.”
Menurut Digital Libraries Federation di Amerika Serikat, Perpustakaan Digital didefinisikan sebagai berikut: “Digital libraries are organization that provide the resources, including the specialized staff, to select, structure, offer intellectual access to, interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence over time of collections of digital works so that they are readily and economically available for use by a defined community or set of communities.”
Dari ketiga definisi di atas, dapat dimengerti bahwa perpustakaan digital lebih menekankan adanya koleksi digital dan perpustakaan tersebut dapat diakses selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu baik di dalam perpustakaan maupun jarak jauh tanpa harus dating ke perpustakaan secara fisik. Tidak kalah penting adalah jaringan antar perpustakaan.
Dalam perpustakaan konvensional, pemakai harus datang ke perpustakaan untuk mendapatkan sumber informasi yang dibutuhkan. Tetapi dalam perpustakaan berbasis digital, justru perpustakaan yang datang ke pemakai melalui jaringan internet. Selain itu, dengan adanya jaringan perpustakaan (secara maya) maka lebih banyak perpustakaan yang dapat dimanfaatkan. Membangun perpustakaan berbasis digital dapat menghemat biaya yang besar pada akhirnya. Namun perlu diingat bahwa untuk membangun perpustakaan digital dibutuhkan biaya yang cukup besar terutama untuk penyediaan sarana dan prasarana perpustakaan digital. Apakah ini bisa dilakukan? Tentu saja jawabannya tergantung dari stakeholder.
Perpustakaan digital melibatkan berbagai objek tak kasad mata. Semua koleksi perpustakaan digital tidak dapat dibaca tanpa adanya alat bantu (komputer). Hal inilah mungkin yang kadang jadi kendala dalam masa transisi dari full-paper ke paperless. Perpustakaan digital sebetulnya merubah paradigma dari pengadaan koleksi yang kasad mata, menjadi penyediaan akses. Seperti layaknya orang membeli pulsa, dimana orang tidak pernah melihat pulsanya tetapi dapat menggunakan pulsa tersebut untuk digunakan sebagai alat komunikasi. Demikian pula halnya dengan langganan database jurnal yang tidak dapat diliat dan dipegang tetapi dapat dibaca secara online dan koleksi tersebut secara fisik memang tidak ada di perpustakaan.
Dengan adanya perpustakaan digital maka sumber informasi yang hanya satu kopi dapat dibaca secara bersama- sama dalam waktu yang sama pula sehingga tidak ada kata ‘antri pinjam judul buku tertentu di perpustakaan lagi’, tidak ada kata ‘menunggu’ sampai koleksi tersebut dikembalikan ke perpustakaan dan baru bisa dipinjam.
Intinya, perpustakaan digital telah merubah dari bentuk cetak ke digital, koleksi yang semula lokal (hanya ada di perpustakaan setempat) kini dapat menjadi internasional karena adanya jaringan perpustakaan dan karena adanya link dengan sumber informasi yang berada di kota atau negara lain. Perpustakaan digital telah merubah paradigma perpustakaan dari layanan oleh petugas menjadi pemberdayaan pustakawan dalam membantu pemustaka yang membutuhkan sumber informasi secara cepat dan dengan jumlah sumber informasi yang tidak terbatas tersebut, maka beban penelusuran pustakawan (maupun pemustaka) semakin besar.
TAHAPAN PERKEMBANGAN REVOLUSI INDUSTRI DUNIA
Revolusi Industri Pertama (1.0)
Revolusi industri dimulai di pertengahan abad ke 18 tepatnya di tahun 1750 –1850. Saat itu mulai terjadi revolusi besar-besaran di berbagai bidang seperti pertanian, manufaktur, pertambangan, dan transportasi. Munculnya mesin seakan menggantikan peran manusia atau hewan seutuhnya yang masih terbatas. Walaupun pada awalnya sedikit ditentang oleh kasta pekerja, namun mereka lebih terbantu dalam efisiensi jumlah beban pekerjaan.
Revolusi Industri Kedua (2.0)
Setelah dirasa bidang-bidang tersebut berjalan dengan optimal, segala industri semakin berkembang dengan pesat. Ini mendorong proses energi yang menunjang setiap mesin berjalan dengan semestinya. Permasalahan listrik, gas, air dan telegraf jadi awal setelah industri tahap pertama. Revolusi model ini lahir setelahnya yaitu di awal abad 20 yaitu rentang tahun 1850 – 1940. Saat itu listrik mulai ditemukan, perkembangan pipa gas, air dan alat komunikasi.
Revolusi Industri Ketiga (3.0)
Pasca perang kedua terjadi revolusi industri lanjutan yang sering disebut revolusi teknologi. Manusia mulai sadar muncul era baru setelah mesin yakni era teknologi. Semua itu dimuai dengan ditemukannya ponsel genggam, mesin kontrol, dan tentu saja Komputer. Tanda itu semakin jelas memudahkan pekerjaan manusia yang bersinggungan dengan data. Bila dahulunya manusia harus menulis di mesin ketik, kini bisa menulis di komputer. Atau bila dahulu manusia harus ke telepon umum untuk menelepon, kini cukup dari ponsel pribadinya. Kemunculannya mulai lahir di akhir abad 20, saat ini era tersebut terjadi perubahan besar yang mengarahkan manusia ke arah digital.
Revolusi Industri Keempat (4.0)
Saat ini kita hidup di era industri keempat, itu semua diawali dari revolusi internet yang bukan hanya sebagai mesin pencari, namun lebih dari itu semua bisa terhubung dengan cerdas. Mulai dari penyimpanan awan (cloud), perangkat yang terhubung dengan cerdas, sistem fisik fiber, dan robotik.
Semua itu adalah dasar dari kecerdasan buatan yang ada di sekitar kita dan sedang berlangsung saat ini. Ada tiga bidang jadi dasarnya yaitu: fisikal, digital, dan biologikal. Untuk bidang fisikal terdiri atas autonomasi kendaraan, 3D Printing, dan perkembangan robotik. Bidang digital ada kemajuan dari Internet of Things (IoT) dan bidang biologik yaitu proses rekayasa genetik buatan. Semua itu sudah berlangsung dan setiap saat ada saja kemajuan yang didapatkan. Dengan kita belajar dan melek akan industri digital saat ini, membuat kita tidak kelabakan dan beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Tantangan yang dihadapi di Era Revolusi Industri 4.0
Menghadapi revolusi industri 4.0 dengan era digitalisasi, perpustakaan pun harus beradaptasi atas perkembangan zaman. Sebab perpustakaan memiliki peran penting sebagai sumber informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan era revolusi industri 4.0 membawa dampak positif dan negatif di bidang perpustakaan.
Dampak positif antara lain:
a) Informasi yang dibutuhkan dapat lebih cepat dan lebih mudah dalam mengaksesnya.
b) Tumbuhnya inovasi di bidang pengembangan perpustakaan yang berorentasi pada teknologi digital yang memudahkan proses dalam pekerjaan kita.
c) Meningkatnya kualitas sumber daya manusia melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
d) Munculnya berbagai sumber belajar seperti perpustakaan online, media pembelajaran online,diskusi online yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan antara lain:
- Ancaman pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) karena akses data yang mudah dan menyebabkan orang plagiatis akan melakukan kecurangan.
- Ancaman terjadinya pikiran pintas dimana anak-anak seperti terlatih untuk berpikir pendek dan kurang konsentrasi.
- Tidak mengefektifkan teknologi informasi sebagai media atau sarana belajar, misalnya seperti selain men-download e-book, tetapi juga mencetaknya, tidak hanya mengunjungi perpustakaan digital, tetapi juga masih mengunjungi gedung perpustakaan, dan lain-lain.
Dalam bidang teknologi informasi sendiri, tantangan nyata pada era digital semakin kompleks karena berbagai bidang kehidupan membawa pengaruh-pengaruh yang bisa membuat perubahan di setiap sisi. Teknologi informasi merupakan bidang pengelolaan teknologi dan mencakup berbagai bidang (tetapi tidak terbatas) seperti proses, perangkat lunak komputer, sistem informasi, perangkat keras komputer, bahasa program, dan data konstruksi. Setiap data, informasi atau pengetahuan yang dirasakan dalam format visual apapun, melalui setiap mekanisme distribusi multimedia, dianggap bagian dari teknologi informasi.
Era revolusi industri 4.0 yang serba digital harus disikapi dengan serius, menguasai, dan mengendalikan peran teknologi dengan baik agar era digital membawa manfaat bagi kehidupan. Pendidikan harus menjadi media utama untuk memahami, menguasai, dan memperlakukan teknologi dengan baik dan benar. Anak-anak dan remaja harus diberikan pemahaman dengan era digital ini baik manfaat maupun madharatnya. Orang tua juga harus diberikan pemahaman agar dapat mengontrol sikap anak- anaknya terhadap teknologi dan memperlakukannya atau menggunakannya dengan baik dan benar. Pengenalan tentang pemanfaatan berbagai aplikasi yang dapat membantu pekerjaan manusia perlu dikaji agar diketahui manfaat dan kegunaannya serta dapat memanfaatkannya secara efektif dan efisien terhindar dari dampak negatif dan berlebihan.
BERBAGAI INOVASI YANG DILAKUKAN DI PERPUSTAKAAN DIGITAL DALAM HAL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENGHADAPI TANTANGAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Ledakan informasi karena kemajuan teknologi informasi telah terjadi dan ke depan percepatan baik kualitas maupun kuantitasnya akan semakin meningkat. Dampak yang diakibatkan hampir pada semua sektor kehidupan dan lapisan masyarakat, tidak terkecuali institusi perpustakaan. Perubahan dalam institusi perpustakaan yang ditimbulkan oleh kehadiran teknologi informasi bukan saja terbatas pada perubahan struktur, misi maupun definisinya, tetapi bahkan menyangkut paradigm dalam Kardi (2007:10-16).
Konsekuensi dari terjadinya perubahan dalam paradigma perpustakaan, mengharuskan perlunya keberanian dari para pengelola perpustakaan untuk melakukan inovasi dan pembaruan-pembaruan dalam mengelola perpustakaannya, pada berbagai kegiatan dan operasinya. Pemanfaatan teknologi informasi secara kreatif dan konstruktif, untuk tidak sekedar memberi perhatian tentang organisasi buku, tetapi juga penyediaan akses terhadap informasi digital dan elektronis yang semakin terbuka luas. Siregar (2004 : 152), dengan perkembangan teknologi informasi, pustakawan dapat tersisih jika mereka tidak membarukan visi mereka tentang kepustakawanan dan menyesuaikan praktek kepustakawanan dengan perkembangan teknologi informasi.
Menurut Qalyubi, dkk. (2007 : 441) bahwa kesadaran dari dalam (internal) perpustakaan harus dibangun kembali untuk menunjukkan bahwa perpustakaan adalah sumber primer bagi setiap pencari informasi. Perpustakaan adalah bangunan utama untuk melahirkan suatu komunitas ilmiah dan masyarakat informasi.
Perpustakaan juga merupakan jalan untuk menuju masyarakat modern yang berperadaban. Namun demikian, untuk merealisasikan semua impian itu bukanlah sesuatu yang mudah. Secara terus menerus dilakukan inovasi untuk menciptakan perpustakaan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Tingkat perkembangan mutakhir (state of the art) di bidang teknologi informasi menawarkan banyak peluang baru bagi perpustakaan untuk mengembangkannya. Banyak pekerjaan yang sebelumnya sulit untuk dilakukan bahkan tidak mungkin bagi ukuran perpustakaan di negara berkembang, sekarang semuanya menjadi lebih mungkin dan lebih mudah. Perluasan jangkauan sistem otomasi perpustakaan dan sekaligus penanganan sumber daya elektronik yang tersebar di seluruh dunia barangkali akan menjadi salah satu faktor penentu apakah perpustakaan kita masih diminati atau akan ditinggalkan (Siregar, 2004 : 1).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka uraian tentang pemanfaatan teknologi informasi di perpustakaan digital harus selalu memiliki inovasi atau perubahan- perubahan yang bisa mengikuti perkembangan zaman. Kegiatan utama yang dilakukan di perpustakaan dengan memanfaatkan teknologi informasi yaitu: pengumpulan (pengadaan) koleksi, pengorganisasian (pengolahan) koleksi, penyediaan akses terhadap sumber daya informasi (palayanan) pemustaka.
Pengumpulan (Pengadaan) Koleksi
Pengumpulan (pengadaan) koleksi atau disebut juga acquisition, yaitu semua kegiatan yang berkaitan dengan pemerolehan bahan pustaka, baik yang dilakukan melalui pembelian, pertukaran, terbitan internal, maupun hadiah. Dalam kegiatan ini juga termasuk kegiatan pengecekan bibliografis yang dilakukan sebelum pemesanan dan penerimaan bahan pustaka, pemrosesan faktur, dan pemeliharaan arsip yang berhubungan dengan pengadaan.
Dengan tanpa mengabaikan pengadaan koleksi secara manual yang juga masih sering dilakukan, berikut akan dicoba dijelaskan pengadaan koleksi dengan memanfaatkan teknologi informasi, melalui berbagai pemerolehan yang memanfaatkan teknologi informasi antara lain sebagai berikut :
- Pengumpulan (pengadaan) melalui proses pembelian
Pembelian bahan pustaka dengan memanfaatkan teknologi informasi bisa dilakukan dengan melakukan kontak-kotak elektronis, melalui HP, telepon, faxcimile, e-mail, dan tentunya jaringan internet. Kita tahu bahwa para penerbit/jobber, distributor, agen, penyalur, bahkan toko buku, dari tingkat lokal hingga tingkat dunia, kini telah banyak yang mempunyai homepage sendiri dengan menempatkannya pada situs-situs WEB. Mereka menyediakan katalog penerbit dalam bentuk elektronik (e-catalog), yang memuat informasi tentang terbitan-terbitan dan kekayaan koleksinya, baik yang dalam bentuk tercetak maupun elektronik, seperti e-book, e-journal, dan sebagainya; lengkap disertai dengan harga, cara pemesanan, pengiriman dan pembayarannya; termasuk menunjukkan nomor rekening untuk mentransfer sejumlah dana tertentu, bila terjadi kesepakan transaksi bisnis informasi dan perbukuan ini. Dengan cara ini pengadaan buku dapat dilakukan dengan lebih cepat, efektif dan efisien. Dalam proses pengadaan yang semi-elektronik, e-catalog dapat dimanfaatkan dalam proses seleksi atau pemilihan terhadap judul-judul yang akan kita adakan. Judul-judul yang akan kita adakan dapat kita browsing lewat e-catalog, kemudian kita unduh (download) dan kita kumpulkan dalam sebuah daftar sebagai bahan untuk pengadaan koleksi.
- Pengadaan melalui hadiah/hibah
Tidak berbeda jauh dengan pengadaan melalui proses pembelian, pengadaan melalui hibah/hadiah inipun dengan memanfaatkan teknologi informasi dari yang paling sederhana sampai dengan melalui jaringan internet, dapat dilakukan dengan lebih mudah, efektif dan efisien. Kontak- kontak perseorangan, antar lembaga, antar organisasi, kontak dengan toko buku, distributor/agen, penyalur dan penerbit/jobber dari tingkat lokal sampai dunia, dapat dilakukan dalam rangka berburu hadiah/hibah koleksi, baik hadiah/hibah secara sukarela maupun melalui diminta. Lebih mudah, hemat dan bermanfaat lagi adalah, kini banyak koleksi, baik dalam bentuk artikel-artikel ilmiah, buku, jurnal dalam bentuk elektronik yang free, artinya dengan bebas dapat di download (diunduh), yang kemudian dapat di print-out atau dikemas dalam bentuk digital atau elektronik dan kemudian bisa disajikan kepada para pengguna perpustakaan kita. Di sini dapat diartikan sebagai hibah atau hadiah tidak langsung dalam bentuk yang kreatif, karena perlu kreativitas dari pustakawan untuk memperolehnya.
- Pengumpulan (pengadaan) melalui produksi/penerbitan internal
Pengadaan melalui produksi/penerbitan koleksi setempat (internal) kebanyakan dilakukan terhadap koleksi-koleksi skripsi, tesis dan disertasi, disamping karya-karya ilmiah para dosen/peneliti, termasuk prosiding seminar, lokakarya, dan sejenisnya. Koleksi ini biasa disebut dengan gray literature, yaitu koleksi yang tidak diterbitkan secara masal, tetapi hanya diterbitkan dalam lingkup atau kalangan sendiri dengan jumlah dan skala edar yang terbatas.
Teknologi yang digunakan adalah scanner, kemudian di masukkan dalam CD-ROM. Selain dalam CD-ROM, koleksi ini juga bisa disimpan dalam server dengan kapasitas besar di perpustakaan yang terhubung dengan homepage perpustakaan sebagai koleksi elektronik.
Pengorganisasian (Pengolahan) Koleksi
Pengorganisasian (pengolahan) koleksi adalah semua kegiatan untuk mengelola/mengolah bahan pustaka yang telah ada, yang meliputi kegiatan verifikasi data bibliografis, katalogisasi, klasifikasi, penentuan kata kunci, penentuan tajuk subyek, pengalihan data bibliografis, mengelola data entri bibliografis (penjajaran kartu/filing), membuat anotasi, sari karangan/abstrak, menyusun daftar tambahan koleksi, bibliografi, indeks dan sejenisnya, serta melakukan penyuntingan bibliografis. Selain itu, kegiatan pengolahan juga meliputi inventarisasi, pemberian stempel dan dan pemberian kelengkapan lainnya melalui proses finishing. Kegiatan pengorganisasian (pengolahan) koleksi yang memanfaatkan teknologi Informasi, misalnya dapat diakomodasi pada Modul Pengolahan, yang merupakan bagian dari Sistem Otomasi Perpustakaan Terpadu (Integrated Library System) yang dibangun untuk menyatukan semua fungsi (pengadaan, pengolahan dan pelayanan), dimana semua modul dapat saling berinteraksi satu sama lain. Sebagai bagian dari suatu sistem otomasi, modul pengolahan dapat dikatakan sebagai dapur atau kokinya yang memberikan isi (content) perpustakaan.
Berfungsinya dengan baik kegiatan pengolahan yang merupakan pelayanan teknis sebagai dapur perpustakaan, pada akhirnya akan menyajikan pelayanan pengguna yang berkualitas baik. Kelancaran sirkulasi bahan pustaka dan kemudahan mendapatkan informasi yang diinginkan, banyak tergantung pada kegiatan pengadaan bahan pustaka dan kegiatan pengolahan di bagian teknis ini. Apakah otomasi perpustakaan? Otomasi perpustakaan adalah komputerisasi kegiatan rutin dan operasi sistem kerumahtanggaan perpustakaan (library housekeeping) yang mencakup pengadaan, pengatalogan, termasuk penyedian katalog on-line (OPAC), pengawasan sirkulasi dan serial. Dengan kata lain, perpustakaan terotomasi adalah suatu perpustakaan yang menggunakan sistem terotomasi untuk penanganan sebagian atau seluruh kegiatan rutinnya.
Pada sub sistem atau modul pengolahan dilakukan kegiatan-kegiatan :
- input terhadap koleksi yang baru diperoleh, baik melalui pembelian, tukar menukar, produksi internal, maupun hadiah atau hibah.
- penambahan eksemplar atas judul-judul yang pernah ada
- penyuntingan atau koreksi-koreksi yang diperlukan terhadap sebuah rekor atau cantuman
- penghapusan atas rekor atau cantuman yang tidak diperlukan lagi, seperti karena buku telah hilang, rusak, di-weeding, atau oleh sebab lainnya.
Apa yang dilakukan dalam modul pengolahan, akan terkait langsung dengan modul pelayanan, seperti dalam hal :
- kesiapan koleksi untuk dipinjam
- OPAC sebagai media penelusuran
- informasi keadaan atau jumlah koleksi, dan sebagainya.
Pengolahan juga melakukan kegiatan digitalisasi koleksi, terutama terhadap koleksi-koleksi internal yang tidak diterbitkan secara masal dan jumlahnya sangat terbatas, seperti: hasil penelitian dosen, skripsi, tesis, disertasi, makalah-makalah seminar, baik sendiri-sendiri atau dalam bentuk prosiding, koleksi-koleksi langka setempat, juga artikel-artikel atau koleksi-koleksi penting lainnya dari hasil unduhan (download) dari internet. Pemanfaatan teknologi informasi yang digunakan dalam proses ini antara lain mesin scanner, kemudian komputer dengan segala software pendukungnya, CD atau media lainnya. Selanjutnya untuk dapat diakses oleh pengguna perpustakaan, data digital atau elektronik ini dapat di letakkan pada WEB atau homepage perpustakaan, bersama data-data elektronik lainnya, seperti e-catalog, e-journal, dll.
Dengan kata lain, pustakawan bisa melakukan publikasi elektronik, yaitu kegiatan untuk memublikasikan berbagai informasi tentang dan oleh perpustakaan. Dalam hal ini, perpustakaan memiliki dan memelihara sendiri suatu situs WEB. Penerbitan Web bertujuan untuk mempublikasikan berbagai informasi tentang perpustakaan dan kegiatannya. Kegiatan ini pada dasarnya sama dengan publikasi berbagai selebaran, brosur, pamflet, panduan perpustakaan, daftar tambahan pustaka, katalog dalam berbagai jenis, dan kegiatan publikasi lainnya. Akan tetapi, publikasi yang lebih banyak manfaatnya bagi para pengguna adalah yang menyangkut konten utama perpustakaan, termasuk juga koleksi-koleksi dari terbitan internal yang tergolong gray literature sebagaimana dijelaskan di atas, yang terhadapnya juga perlu dilakukan proses digitalisasi.
Penyediaan Akses terhadap Sumber Daya Informasi (Pelayanan) Pemustaka
Penyediaan akses terhadap sumber daya informasi (pelayanan) pemakai adalah bagian di perpustakaan yang berhadapan langsung dengan masyarakat pengguna untuk memberikan layanan informasi dan bahan pustaka yang mereka butuhkan menurut sistem atau aturan yang telah ditentukan. Salah satu hal yang terpenting dalam pelayanan perpustakaan adalah menekan sekecil mungkin ketidaknyamanan pengguna dalam menggunakan koleksi perpustakaan. Peningkatan mutu pelayanan menjadi upaya yang seharusnya dilakukan secara berkelanjutan, antara lain dengan memperluas akses tidak saja terbatas pada koleksi cetak, tetapi juga menghubungkan pengguna kepada belantara informasi yang banyak tersedia di WEB atau internet. Penyediaan layanan internet adalah merupakan layanan yang sudah umum dilakukan oleh perpustakaan. Dalam hal ini perpustakaan menyediakan sejumlah komputer sebagai terminal yang terhubung ke internet. Penyediaan layanan internet ini bertujuan untuk memungkinkan pengguna dapat memperoleh informasi yang bersumber dari WEB. Kegiatan ini pada dasarnya sama dengan menyediakan bahan pustaka cetak yang merupakan kegiatan rutin pada perpustakaan tradisional.
Disamping penyediaan layanan internet dengan menyediakan komputer yang terhubung langsung ke internet, kini yang tengah menjadi trend dan banyak dilakukan oleh perpustakaan adalah dengan menyediakan hotspot area. Yang dimaksud dengan hotspot area di sini adalah ruang atau area khusus yang disediakan untuk para pengguna perpustakaan, dimana para pengguna perpustakaan dengan membawa laptop sendiri mereka dapat mengakses internet.
Pengguna dapat melakukan sendiri penelusuran, atau dengan memesan bahan yang mereka perlukan kepada pustakawan. Dalam hal ini pengetahuan dan pengalaman pustakawan dalam penelusuran menjadi sangat penting karena dapat meningkatkan efisiensi pustakawan dan pengguna. Pustakawan sesuai dengan peran dasarnya, dalam menyediakan akses internet dapat bertindak sebagai pembimbing? terutama bagi pengguna baru, dalam bentuk kegiatan bimbingan pemakai atau pendidikan pemakai?
Berkaitan dengan masalah penyediaan akses dalam pelayanan pengguna, masih terdapat satu hal lagi yang perlu diingat dan untuk dijadikan pedoman, yaitu model penyediaan: kepemilikan atau akses. Hal ini terutama berkaitan dengan keadaan perpustakaan yang akhir akhir ini dipengaruhi oleh dua perubahan utama yaitu ekonomi dan teknologi. Perubahan ekonomi menyangkut bentuk pelayanan perpustakaan yang berbasis tradisional yaitu koleksi cetak yang harganya semakin meningkat. Bandingannya adalah potensi besar yang saat ini ditawarkan oleh teknologi informasi di perpustakaan digital. Kedua faktor tersebut mengharuskan perpustakaan untuk mampu menilai dengan cermat model penyediaan perpustakaan apakah dalam bentuk kepemilikan (holdings) atau akses.
Disamping itu masih ada persepsi tentang besar kecilnya perpustakaan dari dimensi fisik dapat membuat pustakawan mengagungkan kepemilikan bahan pustaka. Pada era perpustakaan digital kini, memiliki sendiri sumber informasi belum tentu lebih menguntungkan dibandingkan memiliki akses ke sumber informasi. Memiliki sendiri sumber informasi dapat lebih mahal daripada menyediakan akses online. Dengan kata lain, pada tingkat tertentu memiliki sendiri sumber informasi bisa lebih mahal daripada menyediakan akses. Dalam hal ini mungkin kombinasi keduanya merupakan pilihan terbaik saat ini, dimana buku-buku lebih banyak dalam bentuk memiliki (cetak), dan jurnal lebih dominan dalam bentuk akses (elektronik).
PENUTUP
Pemanfaatan teknologi informasi di perpustakaan memang sudah merupakan keharusan, agar perpustakaan tetap diminati dan menjadi suatu kebutuhan yang penting. Pemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara positif, kreatif dan konstruktif menjadikan kegiatan dan operasi perpustakaan berjalan lebih sinergi, harapan masyarakat pengguna perpustakaan atau pemustaka terpenuhi dan efektivitas layanan perpustakaan dapat dicapai. Perkembangan teknologi informasi memang memberi peluang yang sangat luas kepada perpustakaan untuk melakukan inovasi dan pembaruan-pembaruan dalam berbagai kegiatan perpustakaan. Nilai-nilai yang menjadi dasar profesi pustakawan tetap sama, tetapi cara nilai-nilai tersebut diterjemahkan ke dalam kegiatan yang mengalami perubahan secara mendasar. Misi perpustakaan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan dan menyediakan akses terhadap sumber daya informasi tetap relevan, tetapi teknologi dan cara untuk melakukannya mengalami perubahan.
Penyediaan sumber daya informasi berbasis cetak tidak lagi cukup memadai, tetapi harus dilengkapi dengan sumber daya berbasis digital yang jumlah dan kecepatan penyebarannya terus meningkat. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk melakukan pengumpulan, pengolahan/pengorganisasian dan pelayanan atau penyediaan akses terhadap sumber daya informasi berbasis digital yang jumlah dan kecepatan penyebarannya terus meningkat untuk melengkapi koleksi cetak, harus terus dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi, antara lain melalui pelaksanaan otomasi, digitalisasi koleksi, penyediaan dan pelayanan koleksi elektronis, seperti: e-book, e-journal untuk penelusuran on-line dengan dilengkapi sarana penelusurannya, yaitu e-catalog.
Di samping itu sudah saatnya kini perpustakaan menyediakaan hotspot area, untuk mendampingi layanan internet dengan terminal komputer yang terbatas. Walaupun demikian, karena pemanfaatan teknologi informasi pada berbagai kegiatan atau operasinya di perpustakaan, nilai efisiensi dan efektivitas adalah tujuannya, maka pertimbangan, pemikiran, dan perhitungan secara cermat harus dilakukan sebelum memutuskan pemanfaatan teknologi informasi.
Dengan melihat perubahan yang terjadi dari perpustakaan yang semula konvensional berubah menjadi perpustakaan digital, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa:
- Perpustakaan yang semula berperan sebagai Housing resources menjadi Connecting resources : Artinya bahwa di perpustakaan tesedia berbagai fasilitas dimana orang bisa saling berinteraksi di perpustakaan.
- Print centric menjadi user centric : artinya pada masa lalu ketika perangkat teknologi belum semaju dewasa ini keberadaan koleksi tercetak atau buku sangat dominan di perpustakaan, dewasa ini keberadaannya menjadi salah satu bagian koleksi perpustakaan yang harus disediakan bagi kebutuhan pemustaka.
- Solitary and silence menjadi solitary and collaborative : artinya bahwa sebelumnya perpustakaan dikenal sebagai sebuah ruangan yang penghuninya harus diam dan tidak boleh menciptakan berbagai kebisingan tetapi sekarang berubah menjadi tempat yang membuat pemustaka asyik untuk bekerja secara kolaboratif dengan pemustaka lainnya
- Monotask menjadi multitask : keberadaan perpustakaan yang pada era sebelumnya hanya sebagai tempat penyimpanan koleksi kini tugasnya menjadi sangat kompleks dengan berbagai pengelolaan informasi yang semakin bervariasi dan penyediaan fasilitas serta menjalin komunikasi afektif dengan pemustaka
- Introvert menjadi extrovert : penulis berpendapat bahwa perpustakaan diharapkan mampu menempatkan dirinya sebagai lembaga yang terbuka dan menjalin komunikasi yang hangat dengan pemustakanya.
- Fixed menjadi adaptable : pendapat penulis perpustakaan diharapkan mampu menyesuaikan dengan berbagai perkembangan teknologi dan perilaku pemustakanya pustakawan diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya dalam berbagai kemampuan multidisiplin.
7. Self service menjadi concierge : penulis mengartikan bahwa perpustakaan sebagai penyedian sumber informasi dan tempat untuk bebagai fasilitas layanan
8. No food and drink menjadi cafes : pendapat penulis bahwa perpustakaan menyediakan sebuah ruangan yang dipergunakan sebagai tempat untuk beristirahat untuk makan dan minum
Harapan kita semua bahwa perpustakaan siap menghadapi era revolusi industri 4.0 dengan memanfaatkan teknologi informasi di perpustakaan digital. Pemustaka bisa mendapatkan data dan informasi secara cepat dan akurat, dengan begitu perpustakaan bisa memberikan pelayanan yang prima.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Rachman dan Zulfikar. Etika Kepustakawanan : Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto, 2006.
Perpustakaan Nasional RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2007.
Suprianto, Wahyu. dkk. Teknologi Informasi Perpustakaan. Yogyakarta: Kanisius. 2008.
Laxman Pendit, Putu. Perpustakaan Dijital. Kesinambungan dan Dinamika. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri. 2009.
Basuki, Sulistyo. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.
Tanjung, Nur Bahdin dan Ardial. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana, 2010.
Sasmito, Priyo. 1995. Sistem komputer, Jaringan kerja komputer, sumber daya manusia dalam automasi perpustakaan. Makalah disampaian dalam Pemasyarakatan standar perencanaan automasi perpustakaan, pada kegiatan Persiapan jaringan kerjasama dengan sistem automasi perpustakaan. Jakarta: Proyek Pembinaan Perpustaklaan Nasional..
Wimbarti, Supra. 1997. Pengaruh psikis teknologi informasi terhadap sumber daya perpustakaan . Makalah disampaikan pada Seminar nasional “Pemberdayaan SDM Perpustakaan dalam era internet” Yogyakarta, UPT Perpustakaan Universitas Gadjah Mada.
Penerapan Teknologi Informasi di Perpustakaan, diakses dari: https://aprilianilia74.wordpress.com/2014/12/23/penerapan-teknologi-info... perpustakaan (accessed jun 18 2018)
Teknologi Informasi Untuk Perpustakaan dan Pusat Dokumentasi dan Informasi , diakses dari :https://www.researchgate.net/publication/267224638_Teknologi Informasi Untuk Perpustakaan dan Pusat Dokumentasi dan Informasi (accessed Jun 19 2018)
Mengenal 4 Tahap Perkembangan Revolusi Industri Dunia, diakses dari: https://steemit.com/indonesia/@iqbalsweden/mengenal-4-tahap-perkembangan-revolusi industri-dunia (accessed Jun 19 2018).
- 17298 reads